Cerita Kisah dari Kampung Kwau di Distrik Warmare Manokwari: Embun di Tanah Kwau
Mumbai
Ahmedabad
Di lereng Gunung Meja yang hijau dan sunyi, terdapat sebuah kampung bernama Kwau. Di sanalah tinggal seorang ibu muda bernama Mosa, bersama anak semata wayangnya, Anafo. Kampung Kwau dikenal dengan hutannya yang lebat dan burung-burung cendrawasih yang menari tiap pagi. Namun, di balik keindahan alam itu, Mosa menyimpan luka lama yang tak mudah dilupakan.
Suaminya, seorang pencari damar dan pemburu burung liar, hilang saat mencari rotan di dalam rimba. Sejak hari itu, Mosa tak pernah lagi tidur nyenyak. Ia hanya menggantungkan hidup pada hasil kebun kecil dan menjual daun gaharu ke pasar kecil di Warmare.
Anafo tumbuh dengan tubuh kurus dan kulit legam bersih, namun sorot matanya cerdas dan penuh tanya. Ia sering bertanya kepada Mosa:
"Mama, kenapa papa belum pulang?”
Mosa akan diam sejenak, menggigit bibirnya, lalu menjawab dengan suara lirih:
"Karena hutan belum mau melepasnya, Nak. Tapi doa kita terus mencarinya."
Suatu hari, Anafo jatuh sakit. Demam tinggi mengguncang tubuh mungilnya. Mosa panik. Malam itu, sambil memeluk anaknya yang menggigil di dada, ia menangis dalam doa:
"Tuhan, jangan ambil satu-satunya cahaya dalam hidupku."
Di pagi hari, dengan tubuh lelah dan mata sembab, Mosa menggendong Anafo menuruni bukit menuju puskesmas Warmare, menempuh hampir dua jam perjalanan kaki. Di sanalah ia bertemu dengan seorang perawat muda yang juga berasal dari Kwau, bernama Yonas, yang memberi pertolongan pertama dan berkata,
"Ibu, kamu sudah menyelamatkannya. Tuhan sayang kalian."
Anafo sembuh. Sejak hari itu, Mosa bangkit. Ia mulai merajut noken kembali, menanam lebih banyak talas, dan aktif di kelompok perempuan kampung. Ia menjadi inspirasi—seorang ibu yang berjuang tak hanya untuk hidup, tapi untuk menjaga warisan kasih sayang dan semangat tanah leluhurnya.
Kini, Anafo telah menjadi murid pintar di SD Kwau. Di tiap pagi, ia mencium ibunya dan berkata:
"Mama, kalau aku besar, aku mau jadi dokter. Biar anak-anak di kampung tidak perlu takut sakit."
Mosa hanya tersenyum, menahan air mata bahagia. Ia tahu, dari tanah Kwau yang sunyi dan sederhana, lahir harapan yang tidak akan pernah padam.
***
W. Takapabii Doo